Memandikan Jenazah Sesuai Sunnah
Memandikan Jenazah Sesuai Sunnah ini merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Kitab Shahihu Fiqhis Sunnah wa Adillatuhu yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Musyaffa Ad-Dariny, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, 28 Rabiuts Tsani 1447 H / 20 Oktober 2025 M.
Kajian Tentang Memandikan Jenazah Sesuai Sunnah
Para ulama menjadikan hadits dari Ummu Atiyah Radhiyallahu ‘Anha sebagai dasar utama dalam masalah memandikan jenazah. Beliau adalah sahabat yang memandikan putri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, yaitu Zainab.
Dasar dan Tata Cara Memandikan Jenazah
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menemui Ummu Atiyah Radhiyallahu ‘Anha dan para sahabat lainnya ketika mereka sedang memandikan putrinya, Zainab. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kemudian memberikan arahan, sebagaimana dikisahkan oleh Ummu Atiyah:
اِغْسِلْنَهَا ثَلَاثًا أَوْ خَمْسًا أَوْ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ، وَاجْعَلْنَ فِي الْآخِرَةِ كَافُورًا، فَإِذَا فَرَغْتُنَّ فَآذِنَّنِي
“Basuhlah dia sebanyak tiga kali atau lima kali, atau lebih dari itu jika kalian memandang perlu, dengan air yang dicampur dengan daun bidara, dan jadikanlah di basuhan terakhir ada kafurnya (kapur barus). Apabila kalian telah selesai, maka beritahukan aku.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari hadits tersebut, terdapat beberapa tuntunan dalam memandikan jenazah:
- Pengulangan Basuhan Ganjil: Jenazah dianjurkan untuk dibasuh dengan bilangan ganjil, yaitu tiga kali, lima kali, tujuh kali, atau lebih dari itu.
- Menggunakan Daun Bidara: Air mandi hendaknya dicampur dengan daun bidara.
- Menggunakan Kapur Barus: Basuhan terakhir hendaknya dicampur dengan kafur (kapur barus).
- Memulai dari Bagian Kanan: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan untuk memulai dengan bagian kanan badan jenazah, yaitu bagian-bagian yang dibasuh saat berwudu.
Ummu Atiyah Radhiyallahu ‘Anha juga meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Apabila kalian telah selesai, maka beritahukan aku.” Setelah selesai memandikan, mereka memberitahukan kepada beliau.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kemudian memberikan kain sarungnya (izar) dan memerintahkan:
أَشْعِرْنَهَا إِيَّاهُ
“Balutlah dia (Zainab) dengan kain tersebut.” (HR. Bukhari)
Izar yang dimaksud di sini adalah sehelai kain tanpa jahitan yang digunakan untuk menutup bagian bawah badan pada masa itu, mirip seperti kain ihram bagian bawah, meskipun tidak harus berwarna putih atau berbahan seperti handuk. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ingin jasad putrinya ditutupi dengan kain tersebut.
Dalam satu riwayat, redaksinya اغسلنها وترًا “Basuhlah dia dengan basuhan yang ganjil.” Dan dalam riwayat lain ada redaksi ثلاثًا أو خمسًا أو سبعًا “tiga kali, lima kali, atau tujuh kali.”
Juga disebutkan اِبْدَأْنَ بِمَيَامِنِهَا وَمَوَاضِعِ الْوُضُوءِ مِنْهَا “Mulailah dengan bagian kanan badan dia dan bagian-bagian yang dibasuh saat berwudhu.”
Di dalam riwayat tersebut juga disebutkan bahwa Ummu Athiyah mengatakan: ومشطناها ثلاثة قرون “Dan kami pun membuat kepangan rambut Zainab menjadi tiga kepangan.”
Ini adalah penjelasan hadits dari Ummu Athiyah yang menjelaskan bagaimana beliau memandikan putri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Tata cara memandikan mayit
Tuntunan memandikan jenazah tidak hanya didasarkan pada riwayat Ummu Atiyah Radhiyallahu ‘Anha saja, tetapi juga pada riwayat-riwayat lain. Berikut adalah ringkasan cara memandikan jenazah yang sesuai dengan sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
1. Melepas Pakaian dan Menutup Aurat
Orang yang memandikan jenazah hendaknya melepaskan pakaian jenazah, tetapi harus memastikan auratnya tertutup dengan kain.
Kebiasaan para sahabat Radhiyallahu ‘Anhum ketika memandikan jenazah adalah melepaskan pakaiannya terlebih dahulu, sebagaimana dijelaskan oleh Ibunda Aisyah Radhiyallahu ‘Anha saat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam wafat. Para sahabat berdiskusi: “Demi Allah, kami tidak tahu apakah kami akan melepas pakaian beliau sebagaimana kami biasa melepas pakaian jenazah kami, ataukah yang harus kami lakukan adalah memandikan beliau dalam keadaan beliau masih memakai pakaiannya?”
Kebiasaan ini menjadi sunnah karena tidak ada pengingkaran dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Namun, kehormatan jenazah sama dengan kehormatan orang yang masih hidup. Aurat jenazah harus dijaga agar tidak terlihat sama sekali oleh orang lain yang tidak halal baginya. Oleh karena itu, kain diletakkan di atas aurat jenazah (misalnya, laki-laki antara pusar hingga lutut) sebelum pakaiannya dilepaskan.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda tentang kewajiban menjaga aurat:
لَا يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلَا الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ
“Seorang laki-laki tidak boleh melihat aurat laki-laki lain. Begitu pula seorang wanita tidak boleh melihat aurat wanita lain.” (HR. Muslim)
2. Melepas Kepangan Rambut
Jika jenazah perempuan memiliki rambut yang ter-kepang saat meninggal, kepangan tersebut harus dilepas. Tujuannya agar seluruh rambut terkena air saat dimandikan. Hal ini berdasarkan riwayat Ummu Atiyah Radhiyallahu ‘Anha:
Saat memandikan Zainab binti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, rambutnya dalam keadaan terkepang menjadi tiga. Mereka kemudian membukanya dan memandikannya. Setelah selesai, rambutnya kembali di kepang menjadi tiga.
3. Bersikap Lembut
Orang yang memandikan jenazah harus berlaku lembut, berhati-hati, dan pelan-pelan dalam setiap proses, termasuk saat menggosok bagian badannya maupun saat memiringkannya.
Hal ini didasarkan pada dua alasan:
- Keumuman Kelembutan: Kelembutan adalah suatu kebaikan yang akan menghiasi segala sesuatu yang disertai dengannya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “إِنَّ الرِّفْقَ لَا يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ، وَلَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ” “Sesungguhnya kelembutan itu tidaklah ada pada sesuatu kecuali ia akan menghiasinya, dan tidaklah kelembutan itu dicabut dari sesuatu kecuali ia akan memperburuknya.” (HR. Muslim)
- Kehormatan Jenazah: Kehormatan jenazah sama seperti kehormatan orang yang masih hidup. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “كَسْرُ عَظْمِ الْمَيِّتِ كَكَسْرِهِ حَيًّا” “Merusak tulang jenazah sama seperti merusak tulangnya orang yang masih hidup.” (HR. Abu Dawud, dishahihkan Al-Albani)
Oleh karena itu, setiap tindakan kepada jenazah harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian.
4. Mencampurkan Daun Bidara di Basuhan Awal
Orang yang memandikan jenazah dianjurkan mencampurkan daun bidara (sidr) ke dalam air yang digunakan untuk basuhan-basuhan awal. Hal ini berdasarkan perintah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada Ummu Atiyah: “بِمَاءٍ وَسِدْرٍ” (dengan air yang dicampur dengan daun bidara).
Tujuan penggunaan daun bidara adalah agar air lebih mudah membersihkan kotoran yang menempel pada jasad. Apabila di zaman sekarang tersedia bahan yang memiliki manfaat sama atau lebih baik dalam membersihkan dan mewangikan, seperti sampo untuk rambut atau sabun untuk badan, penggunaan bahan-bahan tersebut diperbolehkan. Daun bidara dimaksudkan sebagai sarana pembersih yang efektif.
Apabila terdapat maslahat dalam menghangatkan air untuk memandikan jenazah, hal itu boleh dilakukan. Sebagian pendapat menyatakan air hangat lebih memudahkan proses pembersihan badan jenazah. Jika terbukti demikian, tidak ada masalah dalam menggunakannya. Prioritas utama dalam memandikan jenazah adalah memastikan badannya lebih mudah dibersihkan, dan ini termasuk maslahat bagi jenazah.
5. Berniat dan Membaca Tasmiyah
Memandikan jenazah adalah ibadah, sehingga membutuhkan niat di dalam hati, bukan dilisankan. Niat dilakukan di dalam hati sebagaimana niat mandi junub, wudhu, dan shalat.
Setelah berniat, orang yang memandikan disunahkan membaca tasmiyah, yaitu “بِسْمِ اللهِ” (Bismillah). Tasmiyah ini disunnahkan, sama seperti saat makan, wudhu, atau masuk masjid.
6. Mendahulukan Anggota Wudhu dan Kepala
Memandikan jenazah dimulai dengan mendahulukan bagian kanan badan dan anggota-anggota yang dibasuh saat wudhu. Hal ini ditunjukkan oleh sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
اِبْدَأْنَ بِمَيَامِنِهَا وَمَوَاضِعِ الْوُضُوءِ مِنْهَا
“Mulailah dengan bagian-bagian kanannya dan bagian-bagian untuk berwudhu darinya.” (HR. Bukhari)
Yang termasuk dalam anggota wudhu di sini adalah membersihkan mulut (berkumur) dan membersihkan hidung (istinsyaq).
- Membersihkan Mulut dan Hidung: Jika dikhawatirkan memasukkan air ke dalam mulut akan menyebabkan keluarnya air dari jalan belakang jenazah, maka cukup bersihkan gigi dan mulut jenazah dengan kain yang dibasahi atau sikat gigi. Demikian pula hidung, cukup dibersihkan tanpa perlu dimasuki air dalam jumlah banyak.
- Membasuh Kepala: Bersihkan kepala dengan baik. Air basuhan dapat dicampur dengan daun bidara atau diganti dengan sampo jika manfaatnya sama atau lebih baik dalam membersihkan dan mewangikan. Setelah itu, sisir rambut jenazah dengan lembut.
7. Membersihkan Seluruh Tubuh
Setelah kepala, mandikan bagian kanan badan, dimulai dari leher hingga ke bawah. Guyur air, sabuni, dan gosok hingga bersih. Setelah bagian kanan selesai, balikkan jenazah dengan hati-hati dan lembut untuk membersihkan bagian kiri. Bagian kiri juga diguyur, disabuni, dan digosok hingga bersih.
Setelah bagian kanan dan kiri, bersihkan bagian belakang (punggung dan bawah). Jenazah ditelungkupkan sedikit untuk menggosok bagian punggung.
8. Memastikan Kebersihan dan Bilangan Ganjil
- Kebersihan: Pastikan tubuh jenazah benar-benar bersih. Jika setelah tujuh kali basuhan jenazah masih kotor, tambahkan basuhan hingga bersih, dengan tetap memilih bilangan ganjil (tiga, lima, tujuh, sembilan, dan seterusnya). Untuk mempermudah mengingat bilangan ganjil, basuhan bisa ditambahkan dua kali setiap setelah penggosokan (misalnya, 1 kali basuhan awal, digosok, ditambah 2 basuhan menjadi 3, digosok lagi, ditambah 2 basuhan menjadi 5, dan seterusnya).
- Kapur Barus: Pada basuhan terakhir, tambahkan kapur barus atau wewangian lain agar jenazah menjadi wangi.
- Rambut: Jika rambut jenazah panjang, rambut dapat disisir dan dibuat tiga kepangan, sebagaimana Ummu Atiyah Radhiyallahu ‘Anha lakukan pada putri Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “وَمَشَطْنَاهَا ثَلَاثَةَ قُرُونٍ” (Dan kami menyisir rambutnya (menjadikannya) tiga kepangan).
9. Mengantisipasi Kotoran dan Menjaga Aurat
- Membersihkan Perut: Pastikan perut jenazah bersih. Saat memandikan, sebaiknya tekan dan urut bagian perut jenazah ke bawah dengan lembut. Tujuannya adalah agar kotoran yang mungkin akan keluar dapat keluar saat proses memandikan, sehingga tidak merepotkan setelah jenazah selesai dikafani. Tindakan ini merupakan antisipasi yang lazim dilakukan oleh mereka yang berpengalaman, meskipun tidak ada riwayat yang secara khusus menjelaskannya.
- Menjaga Aurat: Orang yang memandikan tidak boleh menyentuh aurat jenazah. Melihat aurat saja diharamkan, apalagi menyentuhnya. Caranya adalah dengan menggunakan sarung tangan ketika membersihkan aurat jenazah di balik kain penutup. Dengan demikian, aurat jenazah tidak terbuka sedikit pun, dan orang yang memandikan tidak menyentuh auratnya secara langsung.
10. Mencukur dan Memotong Kuku (Jika Perlu)
- Rambut Ketiak dan Kumis: Rambut ketiak dan kumis yang terlalu panjang sebaiknya dicukur atau dihilangkan, sebagaimana kebiasaan saat jenazah masih hidup, karena dianggap kotoran.
- Rambut Kemaluan: Mencukur rambut kemaluan tidak disarankan jika mengharuskan orang yang memandikan melihat aurat jenazah, karena dilarang melihat aurat.
- Kuku: Kuku tangan dan kuku kaki yang panjang dan tidak pantas harus dipotong.
- Mengubur Bersama Jenazah: Bagian-bagian tubuh yang diambil dari jenazah (seperti rambut atau potongan kuku) sebaiknya dikumpulkan dan diikutsertakan dalam kuburan jenazah. Hal ini didasarkan pada keterangan dari generasi salaf.
Setelah selesai dimandikan, atur sendi-sendi dan tubuh jenazah agar lurus dan rapi sehingga memudahkan proses pengafanan.
Download mp3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55700-memandikan-jenazah-sesuai-sunnah/